Sabtu, 11 Juli 2009

La Kabaura
Pada zaman dahulu, di kerajaan Buton lahirlah seorang laki-laki yang bernama La Kabaura. Sejak kecilnya ia telah memiliki bakat yang tinggi dan ilmu yang cerdas. Badannya tegap, hitam, mata yang tajam. Matanya seperti mata elang. Maka sejak ia kecil, ia telah menjadi perhatian ayahnya yang menjadi guru ngaji di Buton. Sejak kecilnya ia sudah belajar tentang ajaran islam dari ayahnya. Ia begitu cepat belajar Alqur’an. Ia sangat fasih membaca Alqur’an. Ia juga sangat pintar bermain raga. Di samping itu, ia juga berguru ilmu beladiri balaba. Ia juga selalu mengikuti ayahnya melakukan amala .
Memasuki masa anak-anak, La Kabaura telah beberapa kali hatam Alquran. Ia juga sudah sering mengikuti kajian-kajian yang diajarkan ayahnya. Di samping itu, ia juga belajar pada kakeknya. Hampir semua guru-guru agama di tanah Buton ini sudah datangi.
Setiap hari La Kabaura membantu ayahnya mengajar di pengajian. Di samping itu, ia juga sering membantu ayahnya di kebun. La Kabaura tumbuh menjadi anak yang tidak pernah mengeluh. Ia begitu gesit dan periang.
Melihat kecerdasan La Kabaura, setelah selesai shalat subuh, berkatalah ayahnya kepada La Kabaura, “Anakku, saya melihat kamu sangat berbakat untuk menjadi guru. Lebih baik kau buka perguruan sendiri.” Ayah La Kabaura menatap anaknya dengan penuh kasih sayang.
“Maksud ayahanda, saya akan menjadi guru?” Tanya La Kabaura heran.
“Iya anakku, bantulah ayah dalam menyiarkan agama Islam ini di negeri tetangga kita. Karena kalau kau mengajar, ilmumu akan semakin matang.
“Kemana ayahanda hendak mengirimku?” Tanya La Kabaura. Ia duduk bersila di dekat kaki ayahandanya.
“Ke arah matahari terbenam anakku, pergilah ke sana agar kelak kau dapat menjadi orang besar di kesultanan ini. Kalau kau sudah di sana ajarkanlah ilmumu ini”.
La Kabaura menemui ibundanya, adik-adiknya dan seluruh handai tolan keluarga di negeri Buton. Ia berpamitan untuk pergi merantau ke negeri orang. Kalau ia dapat menjadi guru ngaji, Alhamdulillah, tetapi kalau tidak ia dapat bekerja di negeri orang.
Maka berangkatlah La Kabaura dengan menumpang di perahu karoro menuju arah matahari terbenam. Ia naik perahu (Bangka) menuju tanah Gowa, kerajaan yang besar. Selama tiga hari tiga malam, pulau kabaena dan pulau selayar sudah mulai dilalui. Ombak dari arah selatan dengan tiupan angin timur yang kencang membuat perahu itu melaju membelah laut Flores.
Setiba di pelabuhan kerajaan Gowa, La Kabaura turun dengan senang, karena ia dapat hadir di ibukota kerajaan Gowa. Turunlah La Kabaura. Hari berganti hari, minggu berganti minggu minggu berganti bulan, dan setelah bertahun-tahun tinggal di tanah Gowa. La Kabaura mencari pekerjaan. Maka berbaurlah La Kabaura dengan orang-orang kerajaan. Dari situlah La Kabaura dipekerjakan oleh kerajaan Gowa untuk menjaga gudang senjata di bekalang istana.
Sejak menjadi pengaja gudang senjata kerajaan La Kabaura tersebut semakin akrab dengan pihak kerajaan. Suatu malam Jumat, setelah tengah malam, La Kabaura selalu bangun melaksanakan shalat tahajud, dan setelah melakukan shalat, La Kabaura membaca kita Alquran. Dari mulutnya mengalun suara yang merdu. Di tengah malam seperti itu, suara La Kabaura mengalun hampir terdengar oleh seluruh penghuni istana termasuk pembesar-pembesar kerajaan lainnya.
Mendengarkan suara tersebut, terbangunlah sang Raja. Ia mendengarkan suara itu dengan penuh hikmat. Tetapi ia selalu bertanya-tanya nyanyian apakah itu.
“Sayang, kau bangun dulu. Aku mendengar sesuatu,” raja membangunkan permaisuri. Permaisuri bangun dan ikut mendengarkan suara tersebut.
“Saya belum pernah menderngarkan nyanyian itu sayang. Bapak tidur saja, nanti besok baru kita cari asal usul suara itu.” Maka tidurlah raja dengan penuh keheranan.
“Iya, saya sangat senang mendengarkan suara itu. Aku akan memerintahkan para seniman kerajaan untuk menyanyikan nyanyian seperti itu.”
“Istriku, suara itu membuatku nyaman dan tenang.”
“Tidurlah sayang, besok saja baru kamu suruh pengawal-pengawalmu mencari sumber nyanyian itu.
Di tempat yang lain, para pengawal kerajaan yang sedang bertugas malam itu juga mendengarkan suara itu dengan penuh heran. Mereka belum pernah mendengarkan suara tersebut. Maka berjingkak-jingkaklah salah seorang dari mereka ke arah gudang senjata. Ia mengetahui bahwa asal suara itu dari dalam gudang senjata. Tetapi dalam hatinya, ia senang mendengarkan nyanyian itu.
Setelah besok paginya, raja memanggil seluruh pemabantu-pembantunya perihal nyanyian yang didengarnya tadi malam. Tetapi tidak satu pun yang pernah mendengarkan nyanyian itu sebelumnya. Kami juga sangat kagum mendengar nyanyian tersebut.
“Tadi malam Baginda mendengarkan nyanyian yang sangat merdu di dengarkan. Apakah kalian juga mendengarkan nyanyian itu?”
“Kami juga mendengar nyanyian itu Baginda, tetapi kami tidak tahu dari mana sumbernya.” Suara La Kabaura yang menggunakan tenaga dalam tinggi memiliki volume yang sama pada setiap telinga yang mendengarnya. Ternyata hampir seluruh masyarakat mendengarkan suara itu dengan volume yang hampir sama.
Setelah seminggu masyarakat menceritakan nyanyian tengah malam tersebut, maka pada malam jumat berikutnya, nyanyian itu kembali muncul. Seperti biasa La Kabaura kembali bangun tengah malam di dalam gudang senjata. Di tengah gelap gulita La Kabaura terbangun untuk mendirikan shalat malam. Dan setelah bangun, ia kembali membaca AlQuran. Maka seluruh penghuni kerajaan kembali terbangun mendengarkan nyanyian itu. Tak satu pun anggota warga kerajaan yang mengenal nyanyian itu.
Mendengarkan nyanyian itu, sang raja kembali membangunkan istrinya. “Istriku, coba kamu bangun! Bukankan suara itu kembali terdengar? Sejak suara pertama permaisuri telah terbangun.
“Kakanda, tolong perintahkan agar nyanyian itu diajarkan di dalam istana. Aku sangat sua dengan nyanyian itu.”
“Saya juga sangat suka dengan itu, istriku. Saya akan bangga kalau putra-putri kita memiliki kemampuan untuk menyanyikan lagu-lagu seperti itu.”
“Iya Baginda, Adinda juga akan begitu senang kalau putra-putri kita dapat menyanyikan suara tersebut.
“Tetapi apakah baginda tidak salah mengajarkan sesuatu yang belum kita kenal, siapa tahu suara-suara itu adalah suara setan.” Permaisuri merasa was-was atas keinginannya untuk mengajarkan nyanyian yang mereka belum kenal ada dan siapa penyanyinya.
Di sekitar kerajaan, masyarakat turun ke luar rumah semua. Mereka berjalan-jalan mencari asal suara tersebut. Mereka mencari ke bekang rumah, ke gua-gua dan mereka berkeliling kampung secara bersama-sama. Maka tiba-tiba suara itu menghilang.
La Kabaura pun kembali tidur. Masyarakat kembali kehilangan sumber suara tersebut. Cembalo perbincangan di masyarakat semakin membuat penasaran hampir seluruh rakyat kerajaan. Tidak di laut, tidak di pasar, tidak di kebun. Semua menceritakan nyanyian yang sudah dua malam jumat mereka dengar itu.
Semua masyarakat menganggumi suara itu, mereka merasa nyaman dengan nyanyian itu. Setelah hampir satu minggu mereka memperbincangkan nyanyian itu. Tibalah malam jumat berikutnya. Seperti biasa La Kabaura kembali bangun tengah malam. Setelah shalat, La Kabaura kembali membaca Alquran.
Bangunlah masyarakat untuk mencari sumber suara tersebut. Dan pengawal kerajaan di yang kebetulan pergi kencing di sekitar gudang senjata semakin jelas mendengarkan suara itu. Lalu ia memperhatikan gudang senjata. Ia melihat seberkas cahaya di dalam gudang senjata, sementara ia tahu bahwa dilarang membawa api di dalam gudang senjata. Dikhawatirkan jangan sampai terbakar. Tetapi pengawal kerajaan melihat adanya cahaya di dalam gudang senjata.
Maka mengintiplah pengawal itu ke dalam gudang senjata. Begitu ia terkesima dengan apa yang di lihatnya. Ia sedang menyaksikan La Kabaura sedang membaca sebuah kitab dan di cahaya tersebut berasal dari dadanya. Ia hampir sja melaporkan saat itu kepada raja, tetapi karena ia tertarik dengan suara tersebut, maka pengawal kerajaan tersebut tidak mau melaporkan peristiwa yang barusan dilihatnya.
Seperti biasa kembali masyarakat mencari sumber suara itu. Tetapi tidak pernah berhasil di mendapatkan sumber suara tersebut.
Besoknya raja memanggil seluruh pegawai kerajaan sehubungan dengan suara misterius yang membuatnya dirinya dan masyarakat penasaran karena keindahan suara tersebut.
“Mulai sekarang, kita harus mencari sumber suara tersebut, sebab itu sudah sangat meresahkan masyarakat.” Maka mengahadaplah pengawal kerajaan yang sudah sempat melihat La Kabaura tersebut.
n“Ampun Baginda, mengenai sumber suara itu, saya sudah melihatnya. Ia adalah suara anak kecil yang ada di gudang senjata itu. Ampun Baginda, atas kelancangan Hamba.
“Kalau benar itu perkataanmu, silahkan kau pergi panggil anak kecil itu untuk menghadap sekarang juga. Maka memohon pamitlah pengawal itu untuk pergi memanggil La Kabaura. Setiba di gudang senjata, La Kabaura sedang membersihkan senjata kerajaan.
“La Kabaura, silahkan ikut ssaya menghadap baginda Raja.”
“Untuk apa saya harus menghadap baginda Raja.”
“Karena kau selalu menyanyi di tengah malam dan itu mengganggu seluruh warga kerajaan”. Maka menghadaplah La Kabaura kepada baginda.
“Apakah kau yang selalu menyanyi tengah malam itu?” baginda raja menatap La Kabaura.
“Aku bukan menyanyi Baginda, aku membaca ayat-ayat Alquran.” Jawab La Kabaura
“Apa itu Alquran?’ baginda balik bertanya.
“Kitabullah Baginda, kita yang memuat ajaran Islam.
Setelah banyak menjelaskan tentang Islam, maka baginda raja meminta La Kabaura untuk mengajarkan ngaji kepada putra-putri raja. Maka sejak saat itu, La Kabaura bukan lagi menjadi penjaga gudang senjata, tetapi kini menjadi guru agama Islam di kerajaan Gowa.
Hari berganti minggu, minggu berganti bulan, maka tumbuhlah anak-anak raja menjadi putrid remaja yang cantik-cantik. Selama itu juga diajari tentang Islam oleh La Kabaura. Rasa kagum pun muncul di benak anak-anak raja akan kecerdasan La Kabaura. Sementara di sisi yang lain, La Kabaura pun tumbuhlah menjadi remaja yang tegap dan gagah. Ia pun sudah berlatih pencaksilat.
Bekal ilmu balaba yang dipelajarinya dari negeri leluhurnya di seberang lautan, membuatnya memiliki banyak kelebihan dalam ilmu bela diri. Maka masuklah La Kabaura menajadi prajurit kerajaan. Ia sangat berbakat dalam dunia militer di siang hari tetapi ia akan menjadi guru ngaji yang lembut jika sedang berhadapan dengan putra-putri raja, apalagi yang diajarinya sekarang sudah berubah menjadi gadis.
Suatu waktu sang raja sudah melihat anak-anak gadisnya sudah mulai besar. Maka raja pun mengadakan sayembara sepak raga untuk mencari pemuda-pemuda yang dapat mendampingi putra-putrinya suatau saat nanti. Acara dilaksanakan selama tujuh hari tujuh malam. Mulai dari pertandingan mengaji, sampai dengan pertandingan sepak raga.
Selama enam hari enam malam, La Kabaura belum pernah tertarik untuk ikut dalam permainan sepak raga tersebut. Sementara putri raja duduk di lantai dua rumahnya menunggu, siapa yang menjadi jodohnya. Karena siapa yang mampu menendang bola dan jatuh di gendongan putrid, maka itulah yang menjadi jodohnya.
Permainan raga dihadiri oleh berbagai utusan kerajaan di Nusantara. Seluruh kerajaan membawa putra mahkotanya untuk mendapatkan putri kerajaan Gowa. Sudah masuk hari ketujuh, maka tak satu pun yang mampu menendang bola dan jatuh di gendongan putrid. Raja pun sudah mulai khawatir, jangan-jangan putrinya tidak mendapatkan jodoh.
Maka setelah shalat jumat, di hari ketujuh La Kabaura memasuki ruang sepak raga. Tidak lama ia berdiri di tengah lapangan, maka tiba-tiba bola melenting di hadapannya. Maka bola diambilnya dengan kaki kanananya. Dan sejak saat itu, bola sudah tidak terlepas dari kakinya. Setiap gerakannya sangat menarik, hingga raja pun tertarik. Dan tiba-tiba ia menendang ke angkasa, bola raga pun tidak lai turun ke tanah. Tetapi malah terjatuh ke gendongan putrid raja.
Putrid raja terkejut, siapa gerangan yang kelak akan menjadi jodohnya tersebut. Maka larilah ia ke jendela lalu mengintip ke bawah. Dilihatnya La Kabaura masih menengadahkan mukannya ke arah loteng. Ia tersenyum melihat sang putrid muridnya yang duluan tersenyum padanya. Di sisi lain, sang raja merasa tidak enak dengan apa yang barusan terjadi.
Banyak utusan kerajaran-kerajaan lain, langsung berhenti bermain raga setelah kejadian itu. Sebagian langsung pulang, maka baginda raja mulai merasa tidak enak dengan La Kabaura. Akhirnya ia tidak setuju untuk menikahkan putrinya dengan penjaga gudang senjatanya. Maka diperintahkanlah untuk menangkap La Kabaura. Mendapatkan wirasat jelek tersebut, maka La Kabaura langsung berlari ke arah putrid dan menyuruhnya untuk melarikan diri.
Sang putri yang memang sudah jatuh cinta pada La Kabaura gurunya. Langsung saja ikut berlari dengan La Kabaura. Setengah hari mereka berlari, maka di belakang mereka Nampak ratusan prajurit kerajaan yang datang dengan marahnya untuk membunuh La Kabaura. Maka setelah mereka hampir ditemukan, La Kabaura memegang tangan putrid lalu membaca doa, maka menjelmalah mereka berdua menjadi batang kayu. Apa yang dipegangnya maka seperti itulah mereka akan menjelma.
Prajurit kerajaan tidak dapat lagi menemukan buronan tersebut. Dan setelah prajurit pergi maka La Kabaura dengan putrid tadi kembali menjelma menjadi manusia. Maka berjalanlah mereka menuju, setelah sekian lama berjalan kaki, maka mereka menemukan sungai. Maka La Kabaura menyuruh putrid raja untuk mandi dan mengajaknya untuk berwudhu.setelah keduanya berwudhu, maka La Kabaura melepaskan gelang sang putrid dan keduanya masuk ke dalam gelang tersebut. Maka hilanglah keduanya di pinggir sungai itu. Ternyata mereka telah sampai di tanah Buton.
Saat ini, air tempat mereka mandi dan berwudhu tadi, di sebut Jeneponto. Demikianlah cerita La Kabaura. Setiba di Buton, La Kabaura dinikahkan dengan putrid dan mereka akhirnya hidup bahagia dan tentram di dalam kerajaan Buton.

2 komentar:

  1. saudara Sumiman Udu jangan anda menghubungkan kisah atau riwayat La Kabaura dengan sejarah Beladiri Balaba hanya karena mencari sensasi padahal anda merekayasa sejarah, perlu anda ketahui bahwa masyarakat Indonesia pun tahu Sepak Raga itu berasal dari Kerajaan Gowa, jadi jangan nengada-ngada menceritakan tentang Sejarah jika anda tidak tahu.

    BalasHapus
  2. secara tak sengaja saya hadir di blog ini dan membaca kisah LA KABAURA..apa benar kisah tsb ada dlm sejarah KERAJAAN GOWA,,dan mengaitkannya dgn JENEPONTO..
    . salam .

    BalasHapus